Silahkan lihat disini, ya ?

bisnis invest hemat dan murah

ANda Cukup GAbung, Biar nanti sistem yang bekerja untuk anda, oke klik disini

peluang usaha

Senin, 28 November 2011

"Situ Sangiang"


Seperempat abad yang lalu, tepatnya tanggal 24 Desember 1980, Sangiang menjadi perbincangan Nasional, berjuta mata dan perhatian tertumpah menyimak berita duka ketika hampir 200-an jiwa mati tersapu banjir bandang, akibat longsornya Gunung Gerhalang, Ketika semuanya telah berubah akibat relokasi penduduk menyusul bencana tersebut. Situ Sangiang masih tetap seperti dulu, mempesona.
Situ Sangiang adalah salah satu dari ketujuh Situ yang terkenal sebagai tujuan wisata di Kabupaten Majalengka, masuk ke dalam wilayah Kecamatan Banjaran, Dengan luas sekitar 18 ha, belum termasuk hutannya yang mencapai sekitar 127 ha lebih, dibutuhkan waktu kurang lebih dua jam-an, untuk mengelilingi situ ini dengan menyusuri jalan setapak
Untuk mencapai lokasi pengunjung dapat mengakses setidak tidaknya melalui 4 titik yang berbeda, tapi direkomendasikan untuk mengambil jalan Wates – Hegar manah – Garasiang – Sangiang dengan jarak tempuh sekitar 6 km atau sekitar 27 km dari Pusat Kota Majalengka.
Secara umum jalur ini bagus, bisa dilalui kendraan roda empat, kecuali Bus walau dalam beberapa ruas jalan, dibutuhkan perhatian ekstra hati – hati karena kondisinya sangat berbahaya seperti di tikungan Ds Garasiang.
Cerita Sekitar Situ Sanghiang
Hampir 80% pengunjung Situ Sangiang adalah penziarah, dengan retribusi masuk Rp.2.000 (Dua Ribu Rupiah) sementara untuk berwisata Rp.3.000/orang. Perbedaan perlakuan ini karena “ orang berziarah kan biasanya orang susah” ujar Guru Engkos, ketua Kompepar  memberikan alasan. 
Situ Sangiang, adalah legenda, Situ yang diyakini sebagai tempat hilangnya atau tilemnya Sunan Talaga manggung dan Keratonnya ketika dihianati menantunya Patih Palembang Gunung kira – kira abad ke 15. Keberadaan ikan lele yang sekarang sudah mulai langka, menurut kepercayaan adalah merupakan jelmaan para prajurit dan pengawal kerajaan. Keberadaan ikan tanpa daging yang hidup beberapa tahun kebelakang masih sering kita dengar, sebagai sebuah keajaiban, namun sayang sejak dibangunnya tembok berundak oleh Pihak Perhutani, banyak lele yang mati, entah apa penyebabnya
beberapa kejadian di sekitar Situ sering dijadikan “tetendon” atau siloka yang bakal terjadi, baik yang mempunyai dampak scope lokal ataupun nasional, misalnya tentang ketinggian air. Debit air di Situ Sangiang suka dijadikan “tanda” datangnya dua musim yang berbeda, yaitu musim kemarau dan musim penghujan, biasanya menjelang musim kemarau tiba, ketinggian air akan bertambah bahkan sampai masuk menjangkau bangunan tembok, anjungan yang berada di tepi Situ, sementara pada musim penghujan tiba, volume air justeru berkurang alias surut.  walau secara ilmiah belum  dibuktikan kebenarannya. Begitupun “rumput ilat” yang menutup hampir sebahagian Situ, dan sering dijadikan tanda terjadinya sebuah peristiwa.
Keberadaan Situ Sangiang sebagai salah satu asset tujuan wisata di Kabupaten Majalengka belum sepenuhnya dikelola secara optimal, bahkan terkesaan apa adanya, keberadaan sarana seperti shelter, jalan lintas indah yang dibangun Perum Perhutani dibiarkan tak terawat, termasuk rumput di sekitar “rest area” terkesan tumbuh liar. Sejak TNGC ( Taman Nasinal Gunung Ciremai) mengambil alih pengelolaan dari Perum Perhutani pada tahun 2005, Situ Sangiang belum mampu bersolek secara maksimal.              (De Ukas)




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut